Saturday, September 23, 2006
Festival Kota Tua, Museum Fatahilah Jakarta


Sehari setelah menikmati kemeriahan Festival Jalan Jaksa, saya pun kembali berada ditengah-tengah kerampakan festival budaya di kota Jakarta tercinta ini, yaitu Festival Kota Tua. Festival ini diadakan di pelataran depan museum Sejarah Jakarta atau yang dikenal juga sebagai museum Fatahilah.

Wah, ternyata siang itu halaman depan museum dipenuhi oleh pengunjung yang penasaran untuk menyaksikan berbagai pertunjukan budaya yang digelar saat itu. Walau siang itu matahari cukup terik sinarnya, para pengunjung tidak bergeming dari tempatnya masing-masing.

Akulturasi budaya Betawi dan Tionghoa

Festival kota Tua merupakan sebuah acara tahunan yang diselenggarakan oleh Dinas Pariwisata Propinsi DKI Jakarta. Di acara tahun ini, akulturasi budaya Betawi dan Tionghoa terlihat jelas. Pertunjukan budaya yang ditampilkan saat itu didominasi oleh budaya Betawi, seperti tarian dan lagu khas Betawi, serta dari budaya Tionghoa yang menampilkan pertunjukan Barongsai. Selain pertunjukan budaya, festival itu juga diramaikan oleh berbagai booth yang menjajakan makanan, minuman, souvenir berornamen khas Tionghoa, bahkan ada stand yang menawarkan jasa meramal nasib, serta booth dari museum lainnya di Jakarta yang ikut serta memamerkan beberapa koleksinya melalui foto.


Jejeran sepeda Ontel yang unik

Siang itu saat saya berkeliling melihat-lihat booth di pelataran museum, mata saya tertuju pada jejeran sepeda Ontel yang unik, khas jaman kolonial tempo dulu. Ternyata sepeda-sepeda itu akan dipakai berkeliling oleh pemiliknya yang tergabung dalam satu perkumpulan pecinta sepeda Ontel, untuk memeriahkan acara Festival Kota Tua. Wow, saya makin merasakan kesan vintage nya, benar-benar seperti jaman kolonial di kota tua Jakarta! Tangan saya pun tak tahan untuk segera mengarahkan kamera ke jejeran sepeda Ontel tersebut, kemudian saya pun asyik mengambil beberapa gambarnya.


Sayangnya, saya tidak bisa puas menikmati pertunjukan Barongsai disana, karena padatnya pengunjung yang menutupi area pertunjukan. Namun saya senang bisa kembali menikmati kemeriahan sebuah festival budaya di Minggu siang itu.


si doyan jalan foot step on 1:20 AM.
0 comments




Sisa Cerita Festival Jalan Jaksa 2006

Akhir bulan lalu, tercapai juga keinginan saya untuk menikmati sebuah keriaan festival budaya di kota Jakarta, Festival Jalan Jaksa 2006. Setelah seminggu menanti-nantikan acara yang sudah terdengar gaung nya di beberapa media cetak dan elektronik, saya memutuskan untuk datang pada hari Sabtu malam, 26 Agustus 2006. Wah, saya sudah membayangkan betapa meriahnya festival tersebut, tentunya juga sambil membayangkan betapa asyik dan serunya menghabiskan akhir pekan saya berada ditengah-tengah keriaan Festival Jalan Jaksa.


Beruntung saya datang di hari Sabtu malam, karena ternyata saat itu adalah puncak acara Festival Jalan Jaksa yang diresmikan pula oleh Gubernur DKI Jakarta, Bang Yos. Acara malam itu sangat meriah, suasana jalan Jaksa pun semakin malam semakin dipadati pengunjung. Di sepanjang jalan Wahid Hasyim berjejer tenda-tenda perwakilan dari seluruh kecamatan di wilayah Jakarta Pusat, yang menampilkan kegiatan budaya seperti musik keroncong betawi, ataupun menjajakan berbagai jenis makanan, minuman, dan pakaian khas dari berbagai daerah. Ternyata Festival Jalan Jaksa tidak melulu menampilkan kebudayaan betawi tetapi juga mencoba untuk memperkenalkan kebudayaan Indonesia secara umum.

Semangat Multikultur di Festival Jalan Jaksa

Festival Jalan Jaksa tahun ini mengangkat tiga unsur kebudayaan yang berbeda yaitu budaya Betawi, Belanda, dan Jepang, sesuai dengan tema besar festival ini yang ingin menampilkan kembali nostalgia perpaduan unsur budaya-budaya tersebut. Unsur budaya Betawi ditampilkan dalam bentuk festival Marawis yang dipengaruhi juga oleh kebudayaan Arab, pertunjukan musik Gambang Kromong, serta tari-tarian khas betawi. Sedangkan kebudayaan Belanda ditampilkan dalam tarian Polonaise dance yang dibawakan oleh sekelompok gadis-gadis muda berpakaian khas ala negeri kincir angin. Malam itu, budaya Jepang ditampilkan melalui pertunjukan beduk khas negeri sakura yang dikenal dengan sebutan Taiko, serta tarian Bon Odori yang meriah. Perpaduan ketiga unsur budaya itu juga terasa kental saat saya melintasi Jalan Jaksa yang dipenuhi berbagai booth di sisi kiri kanan jalan, yang menjajakan berbagai macam benda-benda khas dari Betawi, Belanda, Jepang, serta wilayah Indonesia lainnya. Saya benar-benar merasakan semangat multikultur yang hadir di festival Jalan Jaksa.


Selain melalui pertunjukan, semangat multikultur juga terasa saat saya mengamati para pengunjung yang memadati festival ini. Tidak hanya kalangan masyarakat Betawi yang hadir disana, tetapi juga masyarakat secara luas yang tentunya berasal dari berbagai etnis suku bangsa di Indonesia, serta kalangan turis mancanegara, ikut menikmati kemeriahan Festival Jalan Jaksa. Saat itu, benak saya membayangkan betapa indahnya seluruh lapisan masyarakat lokal yang berbeda etnis dan turis mancanegara bisa bersatu menikmati malam bersama secara damai di festival tersebut.


Gambang Kromong yang masih exist

Diantara hingar bingarnya berbagai aliran jenis musik hip hop sampai brit pop yang digandrungi kalangan anak muda saat ini, ternyata musik Gambang Kromong khas betawi masih tetap menunjukan eksistensinya. Malam itu di Festival Jalan Jaksa, saya pun terlarut menikmati pertunjukan musik Gambang Kromong di salah satu panggung di ujung jalan Jaksa ke arah Kebon Sirih. Sambil duduk santai di trotoar dan menikmati minuman, saya asyik menonton penyanyi dan pemain musik Gambang Kromong yang hilir mudik ke atas panggung bergantian menyuguhkan pertunjukan. Sesekali saya pun ikut menggoyangkan tubuh mengikuti alunan musik Gambang Kromong yang khas mendayu-dayu, ataupun ikut tertawa saat penyanyi laki-laki berduet dengan penyanyi perempuan membawakan lagu sambil berpantun lucu.


Kerak Telor yang tak bosan disantap

Setelah asyik dan sedikit lelah menikmati keriaan Festival Jalan Jaksa, perut saya pun mulai lapar. Karena hari sudah malam, saya hanya ingin mencicipi makanan yang tidak berat porsinya. Sehingga saya memutuskan untuk memesan seporsi kerak telor. Jarang lho saya bisa menikmati kerak telor, kecuali saat Pekan Raya Jakarta (PRJ) berlangsung dan saya berkunjung kesana. Rasa kerak telor yang sangat khas itu membuat saya tak bosan-bosan untuk mencicipinya.

Saya pun beranjak pulang dengan hati riang setelah puas menikmati kemeriahan festival Jalan Jaksa malam minggu itu yang membawa kesan tersendiri bagi saya.


si doyan jalan foot step on 12:29 AM.
0 comments



Monday, September 11, 2006
Manjakan lidah, berwisata kuliner di Bandung

Ingin liburan namun tidak memiliki waktu luang yang cukup panjang? Tidak perlu bingung, Anda bisa mencoba berwisata kuliner di Bandung. Setelah ada tol Cipularang, perjalanan Jakarta-Bandung dapat ditempuh sekitar 2 jam perjalanan. Jika Anda hanya memiliki satu hari saja untuk berlibur, Bandung memang tempat yang pas karena liburan dapat Anda jalani tanpa menginap alias berkendara pulang-pergi.

Saya pun demikian, jika saya tidak memiliki waktu yang panjang untuk berlibur, saya dan teman-teman memilih untuk berwisata kuliner di Bandung selama sehari semalam. Perjalanan dari Jakarta menuju Bandung lebih nyaman ditempuh di pagi hari, selain matahari belum terik sinarnya, situasi jalanan pun belum terlalu padat. Bahkan saya dan teman-teman pernah mewujudkan keinginan kami bersama untuk sarapan pagi dengan menu bubur ayam di daerah Dago. Kami sengaja berkeinginan seperti itu untuk membuktikan bahwa saat ini Bandung memang menjadi sangat dekat dengan Jakarta. Puas rasanya setelah memenuhi keinginan tersebut.

WaLe-Rancakendal, Dago Atas

Perjalanan kuliner dimulai siang hari. Tempat pertama yang saya dan teman-teman kunjungi untuk menyantap makan siang adalah WaLe alias Warung Lela didaerah Rancakendal, Dago Atas. Menu utama yang ditawarkan WaLe adalah berbagai jenis hidangan mie, mulai dari mie ayam, mie yamin, mie bakso, mie pangsit, mie goreng, dan lain-lain. Tapi ada juga menu lainnya seperti siomay ataupun nasi goreng. Jenis minuman yang ada di WaLe juga bermacam-macam, aneka jus segar, yoghurt, serta aneka olahan teh dan kopi. Tapi yang paling saya suka adalah jus strawberry-nya yang super segar, dengan rasa buah strawberry yang benar-benar asli. Sangat segar dan nikmat untuk saya minum di siang hari yang panas. Rasa makanan di WaLe enak, selain itu harganya pun tergolong murah dan terjangkau, tidak hanya untuk umum tapi juga pas untuk kantong mahasiswa.


Di WaLe, kita tidak hanya sekedar makan, tapi juga bisa menikmati pemandangan perbukitan di wilayah Dago Atas. Bangunan dan interior WaLe tergolong unik karena dibuat ala bangunan Bali yang berundak-undak.


Es Duren, Tubagus Ismail (Dekat simpang Dago)

Setelah menyantap makan siang di WaLe, teman saya tiba-tiba mengeluarkan ide untuk mengunjungi tempat es duren. Karena saya pecinta duren dan kebetulan belum pernah mencicipi es duren ala Dago, maka tertariklah saya untuk ikut mencoba. Dari Dago Atas, saya dan teman-teman meluncur ke Jl. Juanda, dan kemudian berbelok di Jl. Tubagus Ismail. Karena malas berpanas-panas, saya melontarkan ide untuk membungkus es duren tersebut, namun teman-teman saya justru menertawakan ide saya. Tanpa memberikan alasan yang jelas, mereka hanya berkomentar bahwa tidak seru jika makan es duren tidak pada tempatnya, lagipula menurut mereka es duren sulit untuk dibawa pulang. Makin bingung lah saya yang belum pernah mencicipi es duren di jalan Tubagus Ismail ini.

Wah, saya sangat kaget setelah pesanan es duren datang di meja saya. Ternyata es duren yang dimaksud sangat berbeda dengan es duren yang ada di benak saya. Es duren ini benar-benar duren yang sesungguhnya! Jadi es duren tersebut adalah isi duren asli (masih dengan biji-bijinya) dihidangkan di dalam sebuah mangkuk besar bersama dengan es batu dan kuah yang dicampur sedikit susu kental manis. Dahsyat! Bagi saya yang pecinta duren, pemandangan yang ada di meja itu sangat sayang untuk dilewatkan, apalagi untuk dicicipi. Hummm, ternyata rasanya cukup lekker, this is the real taste of durian!

Sierra cafe & lounge, Dago Atas

Siang hingga sore hari di Bandung saya lewati dengan wisata kuliner dan berbelanja sejenak di distro serta FO-FO. Malam pun tiba, dan ini berarti saya dan teman-teman kembali mencari tempat berwisata kuliner untuk makan malam bersama. Setelah memilih beberapa tempat, akhirnya kami menetapkan pilihan untuk menyantap makan malam di Sierra cafe & lounge, di wilayah Dago atas yang dingin. Selain pilihan makanannya banyak, mulai dari menu Indonesia sampai dengan western food, Sierra juga menawarkan kenyamanan melalui penataan interior dan eksterior restorannya. Terletak di dataran tinggi, bangunan Sierra dibuat cantik berundak-undak dengan tatanan taman yg unik minimalis, membuat Sierra tampak begitu sempurna.

Saya dan teman-teman memilih tempat duduk nyaman di teras luar di bagian belakang Sierra. Kami sengaja memilih duduk disana, karena ingin mendapatkan pemandangan indah kota Bandung di malam hari yang dipenuhi terang cahaya lampu terlihat dari kejauhan.


Karena udara yang dingin, saya memutuskan menyantap Zoup a Soup sebagai hidangan pembuka demi menghangatkan tubuh saya. Hummm, rasanya sangat enak dan hangat tentunya! Setelah menghabiskan soup, saya tertarik untuk mencoba menu steak ala Sierra sebagai main course. Ternyata rasanya cukup khas dan enak, terutama sausnya yang disiramkan diatas steak. Kalau untuk minuman rasanya standar saja, saya pun memilih minuman favorit saya yaitu segelas milkshake yang cukup menyegarkan badan saya.

Suasana di Sierra semakin malam semakin ramai pengunjung. Sentuhan romantis makin terasa ketika dentingan piano yang dimainkan oleh pianis mengalunkan lagu-lagu yang membangkitkan mood romantisme. Keinginan untuk ber-slow dance terbersit dalam hati saya. Mungkin saya terbawa suasana Sierra yang amat romantis.

Selasar Soenaryo, Dago Atas


Keesokan harinya, saya dan teman-teman kembali berjalan-jalan ke wilayah Dago Atas, dan singgah di sebuah tempat unik bernama Selasar Soenaryo. Tentunya Anda sudah sering mendengar nama Soenaryo bukan? Ya, Selasar Soenaryo adalah milik Pak Soenaryo, salah seorang seniman perupa asal Bandung. Selasar Soenaryo merupakan tempat dimana para seniman dapat memperlihatkan hasil karyanya kepada khalayak penikmat seni. Jenis karya yang diperlihatkan di Selasar soenaryo tidak terbatas pada lukisan saja, tetapi terlihat pula beberapa karya seni instalasi yang sangat unik, yang juga difungsikan menjadi pemanis interior dan eksterior bangunan Selasar Soenaryo.


Jika lelah berkeliling Selasar Soenaryo, Anda bisa mampir di Café Selasar Soenaryo untuk mencicipi beragam jenis racikan minuman kopi, tentunya sambil ngobrol-ngobrol dengan teman ataupun sekedar menikmati kesejukan udara serta keindahan karya seni disana. Suasana cafe Selasar Soenaryo tidak terlalu ramai di siang hari, sehingga membuat pengunjung yang menginginkan ketenangan merasa nyaman.


Rumah Nenek (dekat Cilaki)

Sebelum kembali ke Jakarta, saya dan teman-teman menyempatkan diri untuk bersantap malam terlebih dahulu di Rumah Nenek. Ooopppss, Rumah Nenek yang dimaksud bukanlah rumah nenek saya lho, tetapi merupakan nama sebuah restoran yang terletak di dekat area Cilaki. Restoran ini dinamakan Rumah Nenek mungkin karena menu-menu yang ditawarkan adalah menu-menu masakan yang bisa menimbulkan nostalgia bagi para penikmatnya. Penataan interior di Rumah Nenek juga sangat klop dengan nama restorannya. Furniture dan berbagai macam hiasan penunjangnya berada pada satu tema yang sama, serta mampu menciptakan kesan bernostalgia di rumah nenek pada masa lampau.


Saya pun penasaran untuk mencoba menu sop buntut dan teh poci hangat rasa blueberry. Dan ternyata rasanya cukup enak dan cocok di lidah Indonesia saya. Teh-nya pun rasanya cukup unik. Harga makanan dan minuman di Rumah Nenek termasuk harga standar untuk restoran kelas menengah, kurang lebih hampir sama dengan Sierra.

Setelah puas berwisata kuliner dan sedikit berbelanja barang-barang distro dan FO di Bandung, saya dan teman-teman kembali ke Jakarta melalui tol Cipularang. Dua jam kemudian pun saya telah kembali berada di rumah.
Bandung memang salah satu tempat berwisata kuliner yang mengasyikan. Jika ada kesempatan, saya akan kembali berwisata kuliner di Bandung, tentunya dengan rute restoran yang berbeda.


si doyan jalan foot step on 2:10 PM.
4 comments




3 hari 2 malam di Bali, What a short vacation!

Setelah lama ditunggu-tunggu, akhirnya saya mendapatkan kesempatan untuk berlibur ke Bali. Senang rasanya, walau hanya 3 hari 2 malam. Hitung-hitung mengisi jadwal weekend saya, karena acara liburan ke Bali berlangsung di akhir minggu, mulai hari Jumat sampai dengan Minggu.

Hari 1, Jumat malam : Jimbaran-Hotel di Sanur

Saya dan teman-teman naik pesawat murah Air Asia dari Cengkareng yang take off sekitar jam 4 sore. Tiba di Bali sekitar jam 6 sore. Hotel yang akan ditempati oleh kami terletak di wilayah pantai Sanur.

Setibanya kami di Bali, kami diantar supir untuk menikmati makan malam bersama di tepi pantai di wilayah Jimbaran. Tentunya dengan menu utama berupa seafood. Betapa nikmat bersantap malam bersama dibawah langit kelam bertaburan bintang, diiringi suara debur ombak pantai yang tak henti-henti. Tak ketinggalan alunan alat musik dari para musisi pinggir pantai meramaikan suasana makan malam kami saat itu.


Setelah menyelesaikan makan malam, kami pun diantar ke hotel di daerah Sanur, tepatnya Sanur Paradise Hotel untuk istirahat dan bermalam. Senangnya saya mendapat jatah kamar tipe family suite yang super luas dengan connecting room. Walaupun harus tidur beramai-ramai dengan teman-teman saya, namun tetap saja rasanya nyaman.

Hari 2, Sabtu : Hotel-Sukowati-Celuk-Ubud-Seminyak-Kuta-Hotel

Hotel

Sabtu pagi setelah bangun pagi, saya dan teman-teman sepakat untuk membugarkan badan dengan berenang. Segar sekali bisa berenang di pagi hari, selain kolamnya masih bersih, sinar matahari pun belum terik menyengat kulit. Setelah berenang, saya dan teman-teman bersiap-siap untuk sarapan dan kemudian memulai hari untuk berjalan-jalan. Tujuan pertama kami adalah pasar tradisional Sukowati yang terkenal menjual benda-benda kerajinan khas Bali dengan harga murah. Wisata belanja, mungkin itulah julukan yang tepat untuk perjalanan kami.

Pasar Sukowati, wisata belanja


Di pasar Sukowati, selain asyik berbelanja, saya juga senang memperhatikan aktifitas orang-orang yang bertransaksi ataupun yang bersembahyang di sudut pasar. Sukowati merupakan pasar tradisional yang cukup besar. Di pasar itu berbagai jenis benda kerajinan khas Bali dapat ditemukan, mulai dari kain Bali, patung-patung kayu, tas, sepatu, perhiasan perak, hingga kacang Bali dengan merek Rahayu yang cukup terkenal.

Celuk, pusat kerajinan perhiasan perak

Setelah berwisata belanja di pasar Sukowati, saya dan teman-teman menuju Ubud. Namun sebelum tiba di Ubud, kami menyempatkan diri untuk mampir di sebuah gallery perhiasan perak khas Bali di daerah Celuk. Bentuk bangunan gallery tersebut cukup unik, dengan pintu kayunya yang besar yang dipenuhi ukiran khas Bali. Disana, saya dan teman-teman diperbolehkan melihat proses pembuatan perhiasan-perhiasan perak, yang selanjutnya dipajang dan dijual di gallery tersebut. Saya terkagum-kagum melihat keindahan bentuk berbagai jenis perhiasan perak yang ditawarkan, mulai dari cincin, liontin, untaian kalung dan gelang, anting-anting, serta bros penghias pakaian. Harga yang ditawarkan pun beragam, tergantung dari bentuk dan ukuran perhiasan. Kisaran harga perhiasan di gallery tersebut, mulai dari Rp 150.000,- sampai dengan puluhan juta rupiah.

Bebek Bengil Restoran, Ubud

Puas berbelanja di sukowati dan melihat-lihat perhiasan perak khas Bali di Celuk, saya dan teman-teman menuju ke Ubud untuk makan siang dan mengunjungi pasar seni disana. Wilayah Ubud termasuk dataran tinggi, sehingga udaranya cukup sejuk, dan di kiri-kanan jalan sering ditemui hamparan hijau terasering persawahan, selain juga gallery seni tentunya.


Tepat jam makan siang, saya dan teman-teman tiba di restoran Bebek Bengil Ubud. Dari namanya saya sudah dapat menebak apa menu andalan restoran ini. Ya, tentu saja bebek. Sayangnya saya kurang suka dengan daging bebek, sehingga saya memilih untuk mencicipi menu nasi campur Bali ala Bebek Bengil.
Menurut saya, rasa makanan di restoran tersebut standar saja, tidak seperti yang saya bayangkan. Namun kekecewaan saya terobati dengan menikmati keindahan dan kenyamanan suasana disana. Restoran Bebek Bengil terdiri atas beberapa bagian bangunan terbuka yang berundak-undak khas Bali, disekelilingnya terdapat taman-taman tertata indah, dan juga hamparan hijau sawah-sawah sejauh mata memandang.


Pasar Seni, Ubud


Setelah makan siang, saya dan teman-teman melanjutkan perjalanan ke Pasar Seni Ubud. Di sekitar pasar terdapat beberapa bangunan besar khas Bali, antara lain ada balai desa, rumah petinggi Ubud, dan juga Pura. Saya pun tertarik untuk mengamati keindahan dan kekokohan bangunan-bangunan tersebut. Rasa penasaran saya akan Pasar Seni Ubud masih terasa, sehingga saya memutuskan untuk berjalan-jalan berkeliling Pasar ubud melihat berbagai benda-benda kerajinan khas Bali. Benda yang dijual disini agak sedikit berbeda dengan yang dijual di Sukowati. Di Ubud, barang yang dijual kebanyakan adalah kerajinan ukiran kayu dari Bali dengan berbagai model dan ukuran. Suasana di sekitar pasar sangat ramai, baik oleh masyarakat sekitar dan juga oleh para turis lokal maupun asing.


Kudeta, Seminyak

Dari Ubud, saya dan teman-teman melanjutkan perjalanan menuju Seminyak untuk menikmati keindahan sunset pantai Kuta. Di Seminyak, kami memutuskan untuk bersantai ria di Kudeta. Tidak disangka-sangka ternyata sore itu hujan sempat turun sesaat, setibanya kami di Kudeta. Untung saja hujan tidak berlangsung lama, sehingga saya pun bisa bersemangat kembali untuk menikmati sunset.


Tak puas jika saya hanya memandangi sunset dan pantai dari kejauhan. Saya rindu bersentuhan dengan pasir pantai dan deburan ombak. Jadilah saya berlari-lari bermain di pantai. Keindahan sunset membuat saya tak kuasa untuk memotret setiap detik pendaran matahari yang bergerak tenggelam perlahan-lahan.


Kuta Square, Ground Zero, Kuta

Sunset pun berakhir, pertanda malam telah tiba, saya dan teman-teman memutuskan untuk berjalan-jalan menyusuri perbelanjaan di sekitar Kuta Square. Dan yang tidak kalah penting adalah mengunjungi Ground Zero, yaitu monumen tragedi bom Bali beberapa tahun silam.

Areal Kuta Square dipenuhi oleh outlet-outlet pakaian ternama dan juga toko-toko pernak-pernik khas Bali. Pakaian yang dijual di areal Kuta Square sebagian besar adalah koleksi pakaian pantai, seperti pakaian surfing hingga bikini super sexy. Sedangkan pernak-pernik yang dijual disini kebanyakan adalah aksesoris yang terbuat dari manik-manik ataupun cangkang kerang laut, seperti kalung dan gelang.

Setelah lelah seharian berjalan-jalan dan berbelanja, saya dan teman-teman kembali ke hotel untuk beristirahat.

Hari 3, Minggu : Pantai Sanur-Outlet Joger-Bandara-Jakarta

Wah, tak terasa saya sudah memasuki hari ketiga di Bali, dan ini berarti hari terakhir saya berlibur disini. Sedikit sedih karena masih banyak lokasi wisata yang belum sempat saya kunjungi. Waktu 3 hari memang terasa sangat sempit.

Di hari ketiga ini, akhirnya saya dan beberapa teman menyempatkan diri menikmati sunrise di pantai Sanur di pagi hari. Suasana pantai Sanur pagi itu sangat ramai dikunjungi oleh beberapa keluarga. Mungkin karena hari Minggu pagi, sehingga banyak keluarga yang menyempatkan diri menikmati sunrise di Sanur sambil berolah raga.


Tak ketinggalan saya mencoba mencicipi nasi uduk khas Bali, yang biasa disebut dengan nasi jenggo. Nasi ini terdiri atas nasi putih yang diberi ayam suwir dan serundeng yang rasanya cukup pedas. Walaupun harganya sangat murah, nasi jenggo ini cukup enak rasanya, pas untuk menu sarapan pagi karena porsinya pun tidak banyak.


Sepulang dari Sanur, saya kembali ke hotel dan bersiap-siap untuk cek out kembali ke Jakarta.

Sebelum ke bandara, saya dan beberapa teman menyempatkan diri mampir ke outlet Joger yang menjual berbagai jenis merchandise dengan cantuman kata-kata lucu khas Joger.

Puas memburu merchandise khas Joger, saya dan teman-teman pun mencari tempat makan siang terlebih dahulu sebelum ke bandara dan take off ke Jakarta.
Pilihan utama kami adalah restoran padang di jalan ke arah bandara. Akhirnya setelah beberapa hari saya berada di Bali dan tidak pernah menemukan makanan enak selain makanan hotel, di restoran ini saya cukup puas menikmati masakan enak khas Padang yang kaya rasa dan pedas.

Setelah perut terisi, kami pun melanjutkan perjalanan ke bandara untuk selanjutnya naik pesawat kembali menuju Jakarta.

Dari dalam pesawat tampak garis putih pantai Jimbaran dan birunya lautan luas. Dengan berat hati saya mengucapkan kata perpisahan sambil berjanji di dalam hati bahwa saya pasti akan kembali ke Bali dan menjelajah ke berbagai lokasi wisata yang belum sempat terjamah oleh saya.


si doyan jalan foot step on 10:48 AM.
0 comments



Sunday, September 10, 2006
Ullen Sentalu, rona kecantikan sejarah yang tersembunyi

“Jogjakarta, the city of heritage.” Slogan tersebut rasanya pantas disandang oleh Yogyakarta atau lebih dikenal dengan sebutan Jogja, kota dengan tradisi budaya yang masih sangat kental terasa. Jika Anda bertandang ke Jogja, lokasi wisata budaya apa saja yang Anda ketahui dan Anda kunjungi? Mungkin kebanyakan dari Anda sudah sangat kenal bahkan sering berkunjung ke Keraton, Taman Sari, Benteng Vredeburgh, ataupun Candi Borobudur serta Candi Prambanan nan megah. Tapi tahukah Anda bahwa di Jogja juga terdapat sebuah museum cantik yang menyimpan benda-benda sejarah unik peninggalan Kasultanan Jogja? Pernahkah Anda mendengar Ullen Sentalu? Ya, itulah nama museum cantik tersebut.

Ullen Sentalu berada di wilayah Kaliurang yang udaranya sangat sejuk. Dari pusat kota Jogja, Ullen Sentalu ditempuh melalui jalan raya Kaliurang menuju Pakem, kemudian menyusuri jalan perbukitan kecil yang dihuni banyak vila penginapan. Sayangnya, di jalan raya menuju Ullen Sentalu tidak satupun terlihat petunjuk jalan yang mengarahkan pengunjung untuk sampai ke museum, sehingga memungkinkan pengunjung untuk banyak bertanya kepada masyarakat sekitar. Hal ini saya alami ketika bertandang kesana untuk pertama kalinya. Ironisnya, ternyata masih ada masyarakat sekitar yang tidak tahu ataupun tidak familiar dengan keberadaan Ullen Sentalu, sehingga saya dan rombongan pun kerap kali bertanya. Dan akhirnya tiba juga saya dan rombongan di Ullen Sentalu.

Saat saya memasuki pelataran Ullen Sentalu, tampak depan bangunan museum ini terlihat seperti benteng tua yang terbuat dari batu. Rindangnya pohon-pohon beringin disekelilingnya pun menambah kekokohan bangunan tsb. Bahkan mungkin bukan kesan indah yang terbersit pertama kali di kepala saya, namun kesan “angker” lah yang muncul. Untuk dapat masuk ke museum, tiap pengunjung perlu membeli karcis masuk melalui loket yang bentuknya unik menyerupai penjara bawah tanah. Harga karcis masuk sebesar Rp 25.000,- per-orang tergolong lebih tinggi jika dibandingkan dengan karcis masuk museum-museum lainnya. Maklum saja, karena museum Ullen Sentalu bukan milik pemerintah. Namun, harga tersebut sudah termasuk fasilitas pemandu yang ramah yang siap mengantar saya dan rombongan berkeliling Ullen Sentalu.

Penasaran! Perasaan itu muncul saat saya pertama kali memasuki areal museum. Bunga-bunga terompet yang menjuntai menyambut kedatangan saya menuju pintu utama museum.

Saya mulai berdecak kagum saat berada di dalam Ullen Sentalu. Ternyata museum Ullen Sentalu terdiri atas beberapa bangunan berarsitektur unik dan menarik, juga taman-taman yang indah. Oleh pemandu, pertama kali saya dan rombongan pun diajak berkenalan dengan silsilah dan sejarah keluarga Kasultanan Jogjakarta, sambil menikmati wedang jahe hangat hasil ramuan resep peninggalan salah satu Kanjeng Ratu Jogja. Setelah mengenal silsilah kerajaan Jogjakarta, pemandu mengajak saya untuk melihat-lihat koleksi peninggalan sejarah dari para Raja dan Ratu, mulai dari keris, batik, perhiasan, keramik, gerabah, arca, furniture, foto-foto, lukisan, dan benda-benda berharga lainnya. Di museum ini tidak hanya menyimpan benda-benda berusia puluhan atau ratusan tahun, tetapi ada juga yang masih tergolong baru namun memiliki keunikan tertentu. Misalnya saja lukisan 3 dimensi potret diri seorang Ratu, karya seniman muda Jogja. Lukisan tersebut seolah-olah mengikuti gerakan mata pengunjung, walau dilihat dari berbagai sisi, lukisan tersebut tetap sama wujud komposisinya.


Mengenal berbagai jenis batik dalam labirin

Di sebuah bangunan berarsitektur menyerupai labirin dengan aliran air dan kolam disekelilingnya, saya diajak pemandu untuk mengenal berbagai jenis batik dan kegunaannya. Wow, ternyata bangunan tersebut memang dikhususkan untuk menyimpan bermacam-macam koleksi batik peninggalan keluarga kerajaan. Saya pun baru tahu, bahwa motif pada kain batik memiliki makna dan kegunaan tersendiri. Jadi, memakai batik pun ada aturan mainnya. Salah memakai batik dengan motif tertentu, bisa fatal akibatnya. Karena ada motif batik yang dibuat khusus untuk laki-laki, ada pula untuk perempuan. Ada juga motif yang bisa menunjukkan kelas sosial pemakainya. Untuk sebuah perhelatan perkawinan pun, pengantin dari pihak kerajaan wajib memakai motif batik tertentu, sesuai tingkat kehormatannya. Batik yang wajib dikenakan oleh pengantin perempuan harus digunakan secara utuh, yaitu dengan dililitkan ke tubuh pengantin tanpa adanya potongan ataupun sambungan kain lain. Hal itu bisa saja dilakukan, tentunya dengan teknik pemakaian kain batik khusus. Dan ternyata ada juga lho motif batik yang dipercaya bisa menjadi penangkal bahaya bagi pemakainya.


Taman klasik nan indah

Di dalam areal Ullen Sentalu terdapat beberapa taman yang ditata secara indah. Temanya pun berbeda-beda, ada taman yang ditata ala Eropa klasik, ada juga ala Jawa klasik. Perbedaan itu tampak nyata terlihat dari ornamen-ornamen benda yang terletak di taman, seperti patung cupid, arca Ganesha, arca Dewi Shinta, maupun gerbang ukir ala Jawa yang terbuat dari batu yang megah. Tak hanya rindang oleh pepohonan, taman Ullen Sentalu juga makin menarik dengan warna-warni bunga asoka, bougenvile, melati, dan mawar yang sedang mekar. Keindahan taman tersebut, membuat saya ingin selalu berfoto.


Kuliner di Ullen Sentalu

Sesudah lelah berjalan-jalan menyusuri keindahan taman, bangunan, serta benda-benda unik dan bersejarah, saya dan rombongan memilih untuk istirahat sejenak di sebuah kafe yang masih terletak di dalam areal Ullen Sentalu. Bangunan kafe ini menyerupai bangunan arsitektur Belanda. Perpaduan unsur kayu dan batu, sangat pas mempercantik bangunan kafe ini. Saya pun memilih duduk diteras atas, sehingga sejauh mata saya memandang terlihat taman bergaya eropa klasik yang dimiliki oleh Ullen Sentalu, serta pucuk-pucuk cemara yang menjulang menggapai birunya langit. Dari teras atas tempat saya duduk, semilir udara sejuk yang cenderung dingin senantiasa saya rasakan dan membawa kedamaian tersendiri bagi saya.

Menu makanan dan minuman di kafe tersebut merupakan perpaduan menu kolonial Belanda dan juga menu makanan Jawa/ Indonesia. Harganya cukup terjangkau, rasanya pun cukup enak.

Sambil menikmati makanan, saya mengamati pengunjung kafe lainnya yang berlalu lalang. Wah, ramai juga rupanya kafe ini. Karena penasaran, saya pun bertanya kepada petugas kafe, ternyata banyak pengunjung yang berkunjung ke Ullen Sentalu sekedar untuk berwisata kuliner di kafe itu, tanpa berkeliling melihat-lihat museumnya.

Hari pun semakin sore. Setelah puas berkeliling Ullen Sentalu dan menikmati berbagai keindahan didalamnya, saya dan rombongan memutuskan untuk kembali ke penginapan kami di pusat kota Jogja. Saya pun berjanji dalam hati, suatu saat akan kembali lagi menikmati keindahan Ullen Sentalu jika saya berkunjung ke Jogja.


si doyan jalan foot step on 4:37 PM.
0 comments



Tuesday, September 05, 2006
TANJUNG LESUNG

Bosan dengan pantai Carita Anyer? Mau pantai yg lebih eksotis lagi? Bertandanglah ke Tanjung Lesung.

Pengalaman saya berlibur kesana, benar2 pengalaman yg tidak terlupakan. Walaupun hanya weekend (Sabtu-Minggu), tapi saya cukup puas menikmati keeksotisan pantainya. Airnya masih jernih, warnanya pun cantik, gradasi biru dan turqoise, pasirnya putih bersih. Dan dari pinggir pantai saya bisa melihat gunung anak Krakatau tampak dari kejauhan. Cantik sekali! =)




Menuju Tanjung Lesung

Dari Jakarta, Tanjung Lesung ditempuh selama 4 jam perjalanan dengan mobil/ kendaraan pribadi. Dengan melalui jalur tol Jakarta-Merak, exit di Serang Timur lewat Pandeglang dan Labuan. Atau bisa juga exit di Cilegon Barat, lewat Anyer, Carita, Labuan.

Keunggulan Tanjung Lesung

Kebetulan waktu itu, saya dan teman-teman menginap di Tanjung Lesung Resort, jadi kita menikmati semua fasilitas resort yg disediakan. Bungalow yg unik dan nyaman, suasana pantai yg damai dan tenang (pas juga lho untuk para honeymooners.. hehehe=P), kolam renang yang menghadap langsung ke pantai, gazebo2 di pinggir pantai, suguhan acara budaya Banten (Debus), makan malam romantis di pinggir pantai dengan berbagai macam menu yg lekker, mulai dari sea food, western food, japanese food, sampai Indonesian food. Dan tentunya, pantai cantik nan eksotis berpasir putih bersih =)

Selain pantai, di Tanjung Lesung juga terdapat kawasan konservasi alam. Kawasan tersebut dihuni oleh banyak binatang seperti monyet, kambing liar, dan burung-burung laut.

Bagi yg hobi water sport juga bisa beraktifitas di Tanjung Lesung, seperti snorkling, jet skiing, serta banana boat, dan fasilitas tsb disediakan oleh pihak resort. Namun sayangnya, saya tidak sempat mencoba ber-water sport.

Tertarik untuk berlibur ke Tanjung Lesung? Coba intip dulu info detilnya disini :
Tanjung Lesung Resort



si doyan jalan foot step on 12:38 PM.
0 comments




Peta Wisata Sekitar Ciamis

Masih tentang Ciamis "kampoeng halaman tercinta," apa saja yang bisa di explore disana?

Di wilayah sekitar Ciamis, banyak lokasi wisata yg bisa dikunjungi. Mulai dari Situ Panjalu, Curug Tujuh, Pantai Pangandaran, Batu Hiu, karang Nini, Grand Canyon, dsb. Dan hampir ke semuanya pernah saya kunjungi. Tapi pengalaman yg cukup menegangkan adalah saat saya bersama sepupu2 saya mengunjungi Situ Panjalu dan Curug Tujuh.

Situ Panjalu

Situ Panjalu adalah sebuah danau luas yang ditengahnya terdapat pulau tempat pemakaman para raja Panjalu. Air danaunya sangat tenang, tapi jangan salah lho... pernah saya tanyakan ke tukang perahu, katanya di dalam danau banyak ikan yang besar2, beratnya bisa sampai 10-20 kg (boleh percaya boleh tidak, hehe=P)



Untuk menuju ke Pulau yg berada di tengah2 danau, saya perlu menyewa perahu. Di dalam pulau, terdapat hutan rindang dan makam-makam raja Panjalu serta keturunannya. Sayangnya, saat saya dan sepupu2 saya kesana, tidak diijinkan masuk pulau lebih dalam oleh juru kencennya, dengan alasan krn kita cuma mau berwisata bukan berziarah.

Dengan hati kecewa, kita melanjutkan perjalanan mengelilingi danau dgn perahu. Oya, ternyata di bagian lain dari pulau banyak terdapat pohon-pohon tua yg dihuni oleh ribuan binatang kalilawar. Agak syerem juga siyy... tapi itulah uniknya mengunjungi Situ Panjalu.

Curug Tujuh

Setelah kita puas menjelajahi Situ Panjalu, kita melanjutkan perjalanan ke Curug Tujuh. Curug Tujuh ini adalah lokasi wisata air terjun bertingkat tujuh yg terletak di kaki Gunung Syawal. Udara disana sangat dingin, bahkan saya sempat menggigil kedinginan krn jaket yg saya pakai kurang tebal.


Di area Curug tujuh, saya dan sepupu2 saya melakukan hiking utk mencapai air terjun2 tsb. Diluar perkiraan saya, ternyata antar air terjun satu dengan yg lainnya cukup jauh, paling dekat saja saya harus hiking mengitari bukit dengan jarak kurang lebih 5 KM. Walhasil, saya dan sepupu2 saya hanya sanggup hiking sampai air terjun ketiga saja, krn kita sudah kecapekan. Namun rasa lelah itu berganti segar saat kita bermain-main dibawah air terjun sambil menikmati jernih dan dinginnya air yg mengalir.

Pantai Pangandaran dan Pantai-Pantai di sekitarnya

Nah, mungkin lokasi wisata ini yg lebih dikenal masyarakat umum, dibandingkan lokasi wisata yg sudah saya ceritakan diatas. Pantai pangandaran cukup indah untuk berwisata. Selain bermain di pantai, kita juga bisa menyusuri cagar alam yg terdapat disana. Namun kita perlu hati-hati, krn cagar alam itu dihuni oleh banyak sekali monyet-monyet nakal... hehehe=)
Saya juga sempat terkagum-kagum dengan beberapa goa yg ada disana. Stalaktit dan stalagmitnya cantik banget. Alam ini benar-benar indah untuk dinikmati dan disyukuri.

Jika sudah bosan di Pangandaran, kita bisa melanjutkan perjalanan ke lokasi wisata lainnya yg masih dekat dan sejalan dengan Pangandaran. Ada Batu Hiu, dimana kita bisa berpiknik di bukitnya sambil memandang ke lautan luas, melihat batu karang yg indah menyerupai ikan hiu dihempas ombak laut yg tinggi dan menderu-deru. Oya, kalo di Batu Hiu, kita tidak boleh berenang krn ombaknya sangat tinggi dan lautnya dalam.

Selain Batu Hiu, ada juga Karang Nini dan Grand Canyon yg nggak kalah cantik panoramanya.

Mau tau lebih lanjut tentang lokasi wisata di daerah Ciamis? Coba deh jelajahi site ini : Peta Wisata Ciamis


si doyan jalan foot step on 11:43 AM.
0 comments




KAMPOENG HALAMAN KOE

Ternyata asik juga punya kampung halaman, at least jika saya sedang ingin jalan dan menjauhi kepenatan kota tapi lagi gak punya banyak budget, saya bisa memanfaatkan liburan ke kampung halaman. Selain bisa refreshing karena berada di ketinggian daerah pegunungan parahyangan yg udaranya sejuk, saya juga bisa menjenguk nenek dan saudara2 saya yg lain disana.

Kampung halaman saya terletak di kabupaten Ciamis, dari kotanya sih masih 1-2 jam lagi utk mencapai desa tempat nenek saya tinggal. Perjalanan dari kota Ciamis ke rumah nenek saya melewati jalan berkelok-kelok di area perbukitan, tepatnya di kecamatan Kawali, desa Jatinegara. Tuh kan, ternyata disana juga ada lho Jatinegara, gak cuma di Jakarta saja, hehehe=) Walau perjalanan yg saya tempuh dari Jakarta cukup panjang (Lewat Bandung-Garut-Tasik, normalnya ditempuh kurang lebih 6 jam), tapi biasanya rasa lelah itu langsung padam saat saya menghirup aroma sejuk pegunungan.

Ada apa di rumah nenek?

Jika saya tidak berencana pergi ke lokasi wisata di sekitar Ciamis, biasanya saya melakukan banyak hal yg tidak pernah saya lakukan selama di Jakarta. Kebetulan rumah nenek dikelilingi area persawahan yg hijau dan ladang, juga kolam ikan (biasa disebut balong), sehingga saya bisa berjalan-jalan ke sawah, melihat orang2 desa menanam atau memanen padi, ikut belajar memisahkan gabah-gabah padi setelah dipanen. Atau memancing ikan gurame di balong milik nenek. Kegiatan yang paling seru adalah memancing ikan gurame, karena ternyata gak gampang lho! Apalagi jika dapat gurame dgn ukuran besar, alat pancing bisa putus jadi korban, dan si ikan melarikan diri, hehehe=)

Semua kegiatan di rumah nenek cukup seru, apalagi jika liburan biasanya saya, keluarga, tante, om, dan sepupu2 saya beramai-ramai kesana.


Waah, saya jadi kangen ingin pulang kampung deh!


si doyan jalan foot step on 10:31 AM.
0 comments




Ayo Jalan-Jalan!

Ini postingan pertama saya disini. Blog ini sengaja saya buat utk merangkum dan membagi sekilas cerita tentang hobi jalan-jalan saya. Smoga blog ini bisa memberikan referensi bagi yg membacanya.

Salam,
Si Doyan Jalan =)


si doyan jalan foot step on 9:50 AM.
0 comments