Saturday, September 23, 2006
Sisa Cerita Festival Jalan Jaksa 2006
Akhir bulan lalu, tercapai juga keinginan saya untuk menikmati sebuah keriaan festival budaya di kota Jakarta, Festival Jalan Jaksa 2006. Setelah seminggu menanti-nantikan acara yang sudah terdengar gaung nya di beberapa media cetak dan elektronik, saya memutuskan untuk datang pada hari Sabtu malam, 26 Agustus 2006. Wah, saya sudah membayangkan betapa meriahnya festival tersebut, tentunya juga sambil membayangkan betapa asyik dan serunya menghabiskan akhir pekan saya berada ditengah-tengah keriaan Festival Jalan Jaksa.
Beruntung saya datang di hari Sabtu malam, karena ternyata saat itu adalah puncak acara Festival Jalan Jaksa yang diresmikan pula oleh Gubernur DKI Jakarta, Bang Yos. Acara malam itu sangat meriah, suasana jalan Jaksa pun semakin malam semakin dipadati pengunjung. Di sepanjang jalan Wahid Hasyim berjejer tenda-tenda perwakilan dari seluruh kecamatan di wilayah Jakarta Pusat, yang menampilkan kegiatan budaya seperti musik keroncong betawi, ataupun menjajakan berbagai jenis makanan, minuman, dan pakaian khas dari berbagai daerah. Ternyata Festival Jalan Jaksa tidak melulu menampilkan kebudayaan betawi tetapi juga mencoba untuk memperkenalkan kebudayaan Indonesia secara umum.
Semangat Multikultur di Festival Jalan Jaksa
Festival Jalan Jaksa tahun ini mengangkat tiga unsur kebudayaan yang berbeda yaitu budaya Betawi, Belanda, dan Jepang, sesuai dengan tema besar festival ini yang ingin menampilkan kembali nostalgia perpaduan unsur budaya-budaya tersebut. Unsur budaya Betawi ditampilkan dalam bentuk festival Marawis yang dipengaruhi juga oleh kebudayaan Arab, pertunjukan musik Gambang Kromong, serta tari-tarian khas betawi. Sedangkan kebudayaan Belanda ditampilkan dalam tarian Polonaise dance yang dibawakan oleh sekelompok gadis-gadis muda berpakaian khas ala negeri kincir angin. Malam itu, budaya Jepang ditampilkan melalui pertunjukan beduk khas negeri sakura yang dikenal dengan sebutan Taiko, serta tarian Bon Odori yang meriah. Perpaduan ketiga unsur budaya itu juga terasa kental saat saya melintasi Jalan Jaksa yang dipenuhi berbagai booth di sisi kiri kanan jalan, yang menjajakan berbagai macam benda-benda khas dari Betawi, Belanda, Jepang, serta wilayah Indonesia lainnya. Saya benar-benar merasakan semangat multikultur yang hadir di festival Jalan Jaksa.

Selain melalui pertunjukan, semangat multikultur juga terasa saat saya mengamati para pengunjung yang memadati festival ini. Tidak hanya kalangan masyarakat Betawi yang hadir disana, tetapi juga masyarakat secara luas yang tentunya berasal dari berbagai etnis suku bangsa di Indonesia, serta kalangan turis mancanegara, ikut menikmati kemeriahan Festival Jalan Jaksa. Saat itu, benak saya membayangkan betapa indahnya seluruh lapisan masyarakat lokal yang berbeda etnis dan turis mancanegara bisa bersatu menikmati malam bersama secara damai di festival tersebut.

Gambang Kromong yang masih exist
Diantara hingar bingarnya berbagai aliran jenis musik hip hop sampai brit pop yang digandrungi kalangan anak muda saat ini, ternyata musik Gambang Kromong khas betawi masih tetap menunjukan eksistensinya. Malam itu di Festival Jalan Jaksa, saya pun terlarut menikmati pertunjukan musik Gambang Kromong di salah satu panggung di ujung jalan Jaksa ke arah Kebon Sirih. Sambil duduk santai di trotoar dan menikmati minuman, saya asyik menonton penyanyi dan pemain musik Gambang Kromong yang hilir mudik ke atas panggung bergantian menyuguhkan pertunjukan. Sesekali saya pun ikut menggoyangkan tubuh mengikuti alunan musik Gambang Kromong yang khas mendayu-dayu, ataupun ikut tertawa saat penyanyi laki-laki berduet dengan penyanyi perempuan membawakan lagu sambil berpantun lucu.

Kerak Telor yang tak bosan disantap
Setelah asyik dan sedikit lelah menikmati keriaan Festival Jalan Jaksa, perut saya pun mulai lapar. Karena hari sudah malam, saya hanya ingin mencicipi makanan yang tidak berat porsinya. Sehingga saya memutuskan untuk memesan seporsi kerak telor. Jarang lho saya bisa menikmati kerak telor, kecuali saat Pekan Raya Jakarta (PRJ) berlangsung dan saya berkunjung kesana. Rasa kerak telor yang sangat khas itu membuat saya tak bosan-bosan untuk mencicipinya.
Saya pun beranjak pulang dengan hati riang setelah puas menikmati kemeriahan festival Jalan Jaksa malam minggu itu yang membawa kesan tersendiri bagi saya.
